SINOPSIS
Saya penggemar terlambat dari Quentin Tarantino. Orang-orang sudah menyukainya sejak menonton Pulp Fiction dan Kill Bill tetapi saya baru menyukainya mulai dari Inglorious Basterds. Apa yang paling terkenang saat menonton film tersebut bagiku adalah keberanian Tarantino mendobrak pakem Perang Dunia II. Film berlatar tersebut tak perlu melulu bertema perang dan ketimbang aksi malah lebih banyak adegan ngobrol dan debat kusirnya. Bermula dari sana saya jadi mulai menggali-gali filmnya Tarantino yang lain. Dan dari hasil penggalian itu saya menemukan… Kill Bill.
Konon Kill Bill ini sebenarnya satu film yang kemudian terbagi menjadi dua dikarenakan sang distributor Miramax hendak meraup untung yang lebih besar. Benarkah begitu? Hanya Tuhan dan Quentin Tarantino saja yang tahu. Yang pasti film ini juga memakai format “Chapter” sebagaimana Inglourious Basterds. Film pertamanya memuat Chapter pertama hingga kelima sementara seri pamungkasnya memuat Chapter enam hingga usai.
Kill Bill sendiri adalah misi yang diusung oleh seorang gadis misterius bernama The Bride. Julukan ini diberikan kepadanya sebab ia selamat secara misterius dari pembantaian brutal di hari pernikahannya. Selidik punya selidik, ini ternyata terjadi karena The Bride adalah anggota grup pembunuh bernama Deadly Vipers Assassination Squad di bawah pimpinan Bill. Entah apa yang terjadi sehingga Bill membantai The Bride di saat ia tengah hamil. Entah keajaiban apa yang terjadi, The Bride selamat dari pembantaian tersebut dan hanya kena koma. Empat tahun berlalu, The Bride sadar dari komanya dan ia menuntut balas.
Uma Thurman harus berterima kasih kepada Quentin Tarantino yang menghidupkan kembali pamornya melalui film ini (dan ironisnya pamor itu kini sudah redup lagi, mungkin Uma Thurman perlu Kill Bill Volume 03 dan 04?). Akan tetapi memang Uma Thurman bermain meyakinkan sebagai The Bride. Tidak hanya ia bisa mengutarakan semua dialognya dengan dendam dan penuh kalkulasi, ia juga melakoni banyak adegan aksi yang brutal secara apik. Konon untuk membantu menghidupkan perannya, Thurman bahkan belajar untuk bicara bahasa Jepang – kendati aksennya masih terdengar aneh.
Quentin Tarantino adalah penggemar berbagai jenis film yang tidak ragu menginkorporasikan pengaruh-pengaruh itu dalam filmnya… dan Kill Bill adalah contoh sempurna untuk itu. Chapter pertamanya kental dengan aroma revenge yang khas dengan dialog tajamnya Tarantino diiringi dengan duel senjata pisau yang tak kalah tajamnya. Ehhh mendadak saja Chapter ketiga melompat total ke dunia animasi yang diproduksi oleh studio Production IG yang paling dikenal menggarap Ghost in the Shell.
Toh sebagai satu bagian pertama dari Kill Bill saya tetap merasa film ini kurang. Entah apa. Saya cinta dengan cara sinematografinya. Saya cinta dengan aransemen musik yang kadang sinkron dengan adegan kadang sama sekali tidak sinkron but it’s so bad it’s good. Saya cinta dengan adegan pertarungan di Chapter lima yang super brutal dan sadis tapi sekaligus artistik (Gogo Yubari FTW!). Tapi pada akhirnya sebagai satu paket saya kok masih merasa ada yang kurang dengan film ini. Tidak ada yang cukup menohok, menonjok, maupun menggigitku sebagaimana halnya Inglourious Basterds dulu. Apakah karena Kill Bill lebih pas dinilai kalau sudah ditonton bagian pertama dan keduanya saja?
Konon Kill Bill ini sebenarnya satu film yang kemudian terbagi menjadi dua dikarenakan sang distributor Miramax hendak meraup untung yang lebih besar. Benarkah begitu? Hanya Tuhan dan Quentin Tarantino saja yang tahu. Yang pasti film ini juga memakai format “Chapter” sebagaimana Inglourious Basterds. Film pertamanya memuat Chapter pertama hingga kelima sementara seri pamungkasnya memuat Chapter enam hingga usai.
Kill Bill sendiri adalah misi yang diusung oleh seorang gadis misterius bernama The Bride. Julukan ini diberikan kepadanya sebab ia selamat secara misterius dari pembantaian brutal di hari pernikahannya. Selidik punya selidik, ini ternyata terjadi karena The Bride adalah anggota grup pembunuh bernama Deadly Vipers Assassination Squad di bawah pimpinan Bill. Entah apa yang terjadi sehingga Bill membantai The Bride di saat ia tengah hamil. Entah keajaiban apa yang terjadi, The Bride selamat dari pembantaian tersebut dan hanya kena koma. Empat tahun berlalu, The Bride sadar dari komanya dan ia menuntut balas.
Uma Thurman harus berterima kasih kepada Quentin Tarantino yang menghidupkan kembali pamornya melalui film ini (dan ironisnya pamor itu kini sudah redup lagi, mungkin Uma Thurman perlu Kill Bill Volume 03 dan 04?). Akan tetapi memang Uma Thurman bermain meyakinkan sebagai The Bride. Tidak hanya ia bisa mengutarakan semua dialognya dengan dendam dan penuh kalkulasi, ia juga melakoni banyak adegan aksi yang brutal secara apik. Konon untuk membantu menghidupkan perannya, Thurman bahkan belajar untuk bicara bahasa Jepang – kendati aksennya masih terdengar aneh.
Quentin Tarantino adalah penggemar berbagai jenis film yang tidak ragu menginkorporasikan pengaruh-pengaruh itu dalam filmnya… dan Kill Bill adalah contoh sempurna untuk itu. Chapter pertamanya kental dengan aroma revenge yang khas dengan dialog tajamnya Tarantino diiringi dengan duel senjata pisau yang tak kalah tajamnya. Ehhh mendadak saja Chapter ketiga melompat total ke dunia animasi yang diproduksi oleh studio Production IG yang paling dikenal menggarap Ghost in the Shell.
Toh sebagai satu bagian pertama dari Kill Bill saya tetap merasa film ini kurang. Entah apa. Saya cinta dengan cara sinematografinya. Saya cinta dengan aransemen musik yang kadang sinkron dengan adegan kadang sama sekali tidak sinkron but it’s so bad it’s good. Saya cinta dengan adegan pertarungan di Chapter lima yang super brutal dan sadis tapi sekaligus artistik (Gogo Yubari FTW!). Tapi pada akhirnya sebagai satu paket saya kok masih merasa ada yang kurang dengan film ini. Tidak ada yang cukup menohok, menonjok, maupun menggigitku sebagaimana halnya Inglourious Basterds dulu. Apakah karena Kill Bill lebih pas dinilai kalau sudah ditonton bagian pertama dan keduanya saja?