“Takut: Faces of Fear”. Film produksi tahun 2008 ini sebenarnya adalah sebuat antologi film, yakni film yang di dalamnya terdiri dari film pendek-film pendek dengan cerita yang berdiri sendiri. Ada enam film pendek besutan tujuh sutradara yang berbeda, di mana semuanya mengusung tema “ketakutan”. Di sini, penonton akan diajak untuk mengalami berbagai jenis ketakutan yang berbeda-beda.
Karena enam cerita itu tidak memiliki keterkaitan satu-sama-lain, gw akan me-review satu-per-satu segmen dalam film ini secara terpisah. Let’s check ‘em out!
#1 Show Unit
Di segmen pertama ini, penonton diajak untuk merasakan ketakutan yang tidak ada kaitannya dengan hantu-hantuan atau kemistisan, melainkan sebuah suspense. Segmen besutan sutradara sekaligus screenwriter Rako Prijanto ini menceritakan ketidaksengajaan Bayu (diperankan oleh Lukman Sardi) membunuh seorang gadis kecil bernama Shira ketika Bayu mengira rumahnya kemasukan perampok. Karena gugup dan bingung, terpaksalah ia menyembunyikan mayat Shira agar tidak ketahuan Dinna (diperankan oleh Marcella Zalianty).
#2 Titisan Naya
Ketakutan kedua disajikan dalam segmen “Titisan Naya” karya Riri Riza. Riri Riza? Ya, jarang-jarang ia buat film genre horror kan? Di sini, ketakutan digambarkan nge-blend dengan budaya Kejawen. Diceritakan Naya (diperankan oleh Dinna Olivia) dipaksa untuk ikut upacara memandikan keris di malam Jumat Kliwon akibat keluarga besarnya yang menganut budaya Jawa yang begitu kental. Sebagai wanita modern, ia menolak ikut. Alih-alih, di tempat upacara adat itu, ia malah menggoda sepupunya Leo (diperankan oleh Junior Liem).
Sebagai sebuah film horor, gw akui segmen ini disusun dengan rapi.
#3 Peeper
Di segmen ketiga ini, gw semacam menemukan kemiripan dengan segmen sebelumnya. “Peeper” menceritakan rasa penasaran Bambang (diperankan oleh Epy Kusnandar), seorang voyeur (hobi ngintipin cewek), terhadap penari wayang orang yang diperankan oleh Wiwid Gunawan. Sutradara sekaligus screenwriter Ray Nayoan mengarahkan film ini sebagai bentuk horor erotik, dan berhubung di sini ada Wiwid Gunawan, rasa “erotik”nya kentara sekali (if you know what I mean :3).
#4 The List
Segmen keempat mungkin kembali membuat gw aware dengan antologi ini. Mengusung tema black magic, “The List” mengisahkan Sarah (diperankan oleh Shanty) yang menyuruh seorang dukun (diperankan oleh Ahmad Syaeful Anwar) untuk mengirimkan santet kepada mantan pacarnya, Andre (diperankan oleh Fauzi Baadila), yang telah mencampakkannya. Sederetan daftar (that’s why this segment’s called “The List”) santet telah disiapkan untuk menganiaya Andre dari jarak jauh.
Dialog yang lugas, akting yang memadai, serta visual-effect yang cukup membuat gw geli-geli sendiri (bayangin, mukanya Fauzi Baadila ditempelin lintah banyak banget~ ngebayanginnya aja udah bikin gw kelojotan sendiri >.<) membuat ide cerita yang tidak terlalu spesial ini menjadi lebih acceptable. Entahlah, mungkin kalo versi bioskopnya ada sedikit sensor di beberapa kata-kata yang sangat berkonotasi-negatif yang dilontarkan Shanty dalam dialognya.
#5 The Rescue
Nah, part ini yang menurut gw amat melenceng dari big line antologi ini. “The Rescue” mengangkat tema survival dari zombie yang menyerang Jakarta. See? Ide ceritanya keren kan?
Segmen ini mengisahkan Tim Gegana beranggotakan Antariksa (diperankan oleh Reuben Alishama), Ngurah (Ananda George), dan Hatta (Tegar Satrya) menyelamatkan Gadis (Eva Celia Latjuba) bersama seorang wartawan (diperankan Sogy Indra Dhuaja) dari serangan zombie di Jakarta. Premisnya menjanjikan. Adegan gigit-gigitan mayat manusia antar zombie di bagian pembuka, diiringi narasi oleh Eva Celia, seperti menyemangati gw untuk menemukan jenis rasa takut baru yang sama sekali berbeda dengan empat segmen sebelumnya.
#6 Dara
Segmen ini pernah dirilis sebagai film pendek terpisah sebelum akhirnya disertakan dalam antologi ini. Cikal-bakal film “Rumah Dara” ini adalah karya Kimo Stamboel dan Timothy Tjahjanto, alias The Mo Brothers. Hasilnya? IMHO, ini adalah segmen yang paling memikat gw dari lima segmen lainnya!
Menceritakan Dara (diperankan dengan sangat keren oleh Shareefa Daanish), seorang pemilik restoran, yang ternyata adalah seorang pembunuh keji yang kerap menjadikan pria-pria yang naksir dengannya sebagai korban, “Dara” mampu membuat sekitar sepuluh menit durasi segmen ini sangat berarti. Jujur, menonton film ini mengingatkan gw dengan film “Saw” dan “Kill Bill: Vol 1” (terutama ketika Dara loncat ke meja makan dan menyabetkan golok ke leher Eko yang diperankan oleh Dendy Subangil, itu miriiiip banget dengan adegan Lucy Liu yang loncat ke meja makan dan memutus kepala seorang bos Jepang di film “Kill Bill: Vol 1”!)
Memang, ide ceritanya sangat mainstream untuk mengangkat ekspresi takut bagi penonton. Tapi eksekusinya keren. Standing ovation untuk muka dingin penuh makna ala Shareefa Daanish!
PENDAPAT