SINOPSIS
Insinyur biomedis Dr. Ryan Stone menjalani misi antariksa pertamanya ditemani astronot veteran Matt Kowalski yang memimpin ekspedisi terakhirnya. Saat sedang jalan-jalan di angkasa, Mission Control di Houston memperingatkan Stone dan Kowalski bahwa serpihan hasil uji anti-satelit Rusia beterbangan menabrak satelit-satelit lain, sehingga menciptakan kehancuran berantai yang menghasilkan badai sampah besar yang bergerak ke arah mereka. Serpihan tersebut merusak wahana antariksa Explorer, menghancurkan sebagian besar wahananya, dan membuat mereka berdua terjebak di luar angkasa dengan suplai udara yang terbatas. Satelit yang menjembatani komunikasi antara kedua astronot dan Mission Control ikut hancur.
Stone lepas kendali setelah terpisah dari lengan palka kargo Explorer. Kowalski menyelamatkan Stone dengan ransel pendorong yang terpasang di baju astronotnya. Sambil terikat satu sama lain, mereka kembali ke Explorer dan melihat kerusakannya terlalu masif dan seluruh awak di sana tewas. Mereka memutuskan memakai ransel pendorong ke Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) yang letaknya dekat di orbit. Kowalski memperkirakan mereka punya waktu luang 90 menit sebelum badai sampah menyelesaikan orbitnya dan menghantam mereka.
Dalam perjalanan ke ISS, kedua astronot membicarakan kehidupan Stone di Bumi dan kematian putrinya dalam kecelakaan di halaman sekolah. Saat mereka mendekati ISS, mereka melihat awak ISS telah dievakuasi menggunakan salah satu modul Soyuz dan wahana lainnya rusak akibat badai sampah. Tanpa udara dan listrik, mereka berusaha berpegangan pada benda apapun di ISS sambil menabraknya. Sebuah panel surya memutus tali yang mengikat mereka berdua. Pada saat-saat terakhir, kaki Stone terbelit tali parasut yang terhubung dengan Soyuz dan ia mampu memegang tali penghubung baju Kowalski. Massa Kowalski mempertegang tali parasut yang membelit kaki Stone. Menyadari bahwa ISS yang rusak ini tergeser terus dari orbitnya dan molekul udaranya menciptakan drag besar bagi kedua astronot ini, Kowalski mengorbankan dirinya supaya Stone bisa selamat. Ketika Kowalski terbang jauh, ia memberitahu Stone melalui radio bahwa kerusakan Soyuz membuatnya tidak mungkin turun ke Bumi dengan selamat, ia bisa menggunakannya untuk terbang ke Tiangong yang diduga memiliki modul lain yang bisa diterbangkan ke Bumi.
Ketika Stone berusaha memisahkan Soyuz dari stasiun, ia menyadari kabel parasutnya masih terikat dengan ISS. Ia berjalan ke luar untuk membebaskan kapsulnya dan berhasil tepat sebelum badai serpihan kembali dan menghancurkan stasiun luar angkasa. Stone meluruskan jalur terbangnya ke Tiangong dan melihat bahwa tangki bahan bakarnya kosong. Karena merasa terjebak, Stone menyerah. Alih-alih menunggu keracunan karbon dioksida, ia berusaha bunuh diri secara perlahan dengan melakukan dekompresi kabin supaya mengalami hipoksia tanpa perlu kesakitan. Saat ia mulai kehilangan kesadaran akibat menipisnya oksigen, Stone melihat Kowalski di luar kapsul. Kowalski memasuki kapsul dan memberitahunya untuk memakai roket pemulangan kapsul untuk bergerak ke Tiangong. Ia lalu menghilang layaknya halusinasi. Stone mengembalikan level oksigennya dan mengikuti sarannya untuk terbang ke stasiun luar angkasa Cina.
Menyadari akan meleset beberapa meter dari stasiun, Stone pun membuka palka Soyuz ketika kapsulnya masih bertekanan dan ia terlempar jauh. Ia terbang ke Tiangong menggunakan tabung racun api sebagai pendorong alternatifnya, kemudian masuk kapsul Shenzhou ketika Tiangong mulai terbakar di lapisan atmosfer teratas karena tergeser dari orbit stabilnya akibat badai serpihan satelit. Ketika ia turun ke Bumi, Stone menangkap suara Mission Control melalui radio. Mereka melacak kapsulnya dan mengirimkan tim penyeamat.
Shenzhou jatuh di sebuah danau di wilayah tak berpenghuni. Saat kapsulnya tenggelam, Stone harus melepaskan baju astronotnya dan berenang ke tepian. Sisa-sisa Tiangong dan serpihan satelit lainnya tampak terbakar di atmosfer. Stone mencapai tepi danau dan berjalan tertatih-tatih sambil menyesuaikan diri dengan gravitasi Bumi.
PENDAPAT
Justin Chang berpendapat bahwa film ini “mengembalikan rasa takjub, teror, dan harapan ke layar lebar yang bisa membuat para kritikus dan penonton di seluruh dunia terpesona”. Richard Corliss dari Time menyatakan bahsa, “Cuarón menunjukkan hal-hal yang tidak mungkin terjadi namun bisa terjadi di langit hampa yang menakutkan sekaligus indah di atas kita. Jika film-film masa lampau sudah terabaikan, Gravity memperlihatkan kejayaan masa depan sinema kepada kita. Film ini begitu menegangkan dalam berbagai tingkatan. Karena Cuarón adalah visioner perfilman yang paling disegani, Anda tidak akan bosan melihat filmnya.”
Ia juga mengatakan bahwa, “Selain teknologi, Cuarón memainkan sudut pandang dengan berani dan cerdas: dalam satu adegan Anda berada di dalam helm Ryan ketika ia menjelajahi alam tanpa suara, lalu dengan perpindahan yang halus Anda sudah berada di luar untuk melihat reaksi Ryan. Efek 3D-nya, yang ditambahkan dalam proses pascaproduksi, memiliki pengaruh luar angkasanya sendiri: badai serpihan mengarah ke Anda ditambah kesadaran si astronot bahwa ia benar-benar sendirian di luar angkasa.”
Film ini dipuji oleh sutradara James Cameron yang mengatakan, “Aku rasa inilah fotografi angkasa terbaik yang pernah dilakukan. Aku pikir inilah film angkasa terbaik yang pernah dibuat dan inilah film yang kutunggu-tunggu dari dulu”.